Arsip | 11:23 pm

Rumahmu// Tetanggamu

9 Okt

Alkisah, bertanyalah seseorang kepada Rabi’ah Al-Adawiyah: “tidakkah engkau pernah memohon kepada ALLAH didalam doamu, supaya engkau dimasukkanNya  kedalam surga?” Dia menjawab: “mencari rumah tempat diam amat mudah, mencari tetanggalah yang sukar.”

membuatku teringat akan sebuah tausiyah, kira2 begini intinya:

Pak Rizki oleh kantornya akan dipindah tugaskan, mau tak mau ia harus menjual rumahnya. harga pasaran untuk rumah yang sama dengan rumah Pak Rizki ialah 100 juta rupiah, namun Pak Rizki malah menawarkan harga yang sangat tidak wajar, yaitu 1 M. banyak calon pembeli yang mengatakan kalao Pak Rizki nggak serius jual rumahnya, masak naruh harga segitu. lalu Pak Rizki pun menjelaskan perihal harga rumahnya tersebut. “memang harga fisik rumah itu cuma 100 juta, Tapi yang mahal itu ialah harga tetangganya Pak (900 juta), karena sangat beruntunglah siapa yang memiliki tetangga seperti mereka ini”, beber Pak Rizki.

apakah tetangga masih menjadi salah satu faktor terpenting bagi kita dalam membeli rumah???

-mari kita renungkan-

bukan hidup sembarang hidup!!

9 Okt

bukan hidup sembarang hidup,

Babi di hutan hidup juga, tetapi dari harta orang

bukan hidup sembarang hidup,

Anjing di kampung hidup juga, tetapi dari lebih-lebih tulang

bukan hidup sembarang hidup,

Kucing di rumah hidup juga, tetapi hidup makan sisa

“pikir dulu baru beramal-hamka”

Father & Son “vs”

9 Okt

bukan untuk mencari pembelaan dan pembenaran, semata karena kesamaan pandang. jikalau tidak dengan cendikia, tak pantas rasanya dituliskan segala, problem klasik yang akan berhenti kiamat nanti. pertanyaannya ialah; “Anak Durhaka” atau “Orang Tua” yang tak peka???

maka uraian yang ditulis buya Hamka dalam buku “Falsafah Hidup”, akan kusadur sebagai penjelasan kalimat pembuka diatas.

Ikuti perangai Ayah mana yang baik. Warisannya yang berupa harta tidak ada harganya, ia akan lekas habis, tetapi warisannya yang berupa budi bisa berlipat ganda banyaknya setelah dia tiada.

Orang tua bersenang dirilah. kurangi pekerjaan berat. tilik Pemuda dari jauh, beri Pimpinan yang baik, jangan jadi batu penarung, hendak meminta pemuda kini supaya serupa dengan pemuda dizaman beliau masih muda, 40 tahun yang lalu.

Tua itu bukan berarti tidak terpakai lagi, tetapi si tua adalah tulang belakang si muda. jika ada perangai si muda yang tidak dicocoki, jangan ditilik kepada perangai saja, tembuslah sampai kepada darahnya. Menghambat pemuda dalam Geloranya, sama dengan mengikat kaki tangan anak kecil berumur 4 bulan supaya tidak bergerak, atau mengurung anak 5 tahun supaya tidak berlari. kalau hendak dibuat begitu juga, lebih baik doakan anak2 itu lekas sakit supaya dia “elok laku” saja dirumah serupa neneknya. kalau diwaktu muda diminta supaya dia serupa orang tua menantunya, maka diwaktu tuanya esok serupa siapakah dia?

Orang tua yang begitu biasa dinamai “tua nyinyir”, tua gatal mulut, tua renta.

adapula orang yang telah tua, merasa masih muda juga, sebab akalnya memang agak perlu “dioperasi”, diperbaiki sedikit. orang tua begini biasa digelari “orang tua terung asam”, makin tua makin berminyak! tua begini perhiasaannya kebesaran dan gengsinya. Janggutnya lebih mahal daripada dasi pemuda.

Orang yang hidup dirantau jangan campuri urusan orang dalam kampungnya, sebagaimana seorang Mertua yang suka cekcok didalam rumah.

Pikirlah bagaimana cara orang dahulu menentukan hukum dan bagaimana pula orang sekarang.

“”semoga kelak ketika aku menjadi ayah””