Arsip | 2:57 pm

seni mendidik ANAK!!

31 Okt

jika seorang anak dibesarkan dalam suasana penuh KRITIKAN, ia belajar untuk selalu MENYALAHKAN.

jika seorang anak dibesarkan dalam PERMUSUHAN, ia belajar untuk selalu MELAWAN.

 jika seorang anak dibesarkan dalam KETAKUTAN, ia akan senantiasa dilanda KEGELISAHAN.

 jika seorang anak dibesarkan dalam KEMANJAAN, ia belajar untuk mementingkan DIRI SENDIRI.

 jika seorang anak dibesarkan dalam EJEKAN, ia akan senantiasa mengidap KEMINDERAN.

 jika seorang anak dibesarkan dalam KECEMBURUAN, ia belajar untuk IRI HATI.

 jika seorang anak dibesarkan dalam RASA MALU, ia belajar untuk merasa BERSALAH.

 jika seorang anak dibesarkan dalam semangat JIWA BESAR, ia belajar untuk PERCAYA DIRI.

 jika seorang anak dibesarkan dalam suasana SALING MENGHARGAI, ia belajar untuk SETIA dan SABAR.

 jika seorang anak dalam hidupnya diterima APA ADANYA, ia belajar untuk MENCINTA.

 jika seorang anak hidup dalam suasana RUKUN, ia belajar untuk mencintai dirinya.

 jika seorang anak hidupnya DIMENGERTI, ia belajar bahwa sangat baik untuk mempunyai CITA-CITA.

Jika seorang anak hidup dalam suasana ADIL, ia belajar akan KEMURAHAN HATI.

Jika seorang anak hidup dalam KEJUJURAN dan SPORTIVITAS, ia belajar akan KEBENARAN dan KEADILAN.

Jika seorang anak hidup dalam RASA AMAN, ia belajar kepada dirinya dan percaya kepada ORANG LAIN.

Jika seorang anak hidup penuh PERSAHABATAN, ia belajar bahwa dunia ini merupakan suat tempat yang indah untuk hidup.

Jika KAMU hidup dalam KETENTRAMAN, anak-anakmu akan hidup dalam KETENANGAN BATIN.

 Dorothy Law Nolte

dibawah ini, sedikit comotan yang kuanggap penting dan mendesak untuk kita renungkan, dari sebuah buku yang berjudul sama dengan judul Post ini:

– Orang Tua – Anak –

  • Orang tua membebani anak dengan berbagai les dan kursus, untuk meningkatkan gengsi orang tua. orang tua seperti itu tidak mendidik anak! dia MERUSAK anak! dia menjadikan anak sebagai objek pemilikan seperti banda-benda mati. -J.I.G.M Drost S.D.-
  • Jika anak sering merasa “ini tidak boleh, itu tidak boleh, begini tidak boleh, begitu tidak boleh”, artinya kita memakai pendekatan “LARANGAN”. karena keseringan mendengar kata “JANGAN” dari orang tua, maka anak terdidik untuk “tunduk”, “patuh”, dan lantas menjadi rendah inisiatifnya. padahal pendidikan yang baik adalah yang bisa mendidik manusia untuk “KREATIF” dan “MERDEKA”.
  • Maka sebagai orang tua, sebaiknya kita jangan terlalu resah jika anak2 kita tidak meraih prestasi akademis yang jempolan. sukses secara akademis belum tentu secara otomatis menjadi matang dan bijak secara psikologis.
  • kadang anak2 perlu diberi nasihat sebagai mana orang bijak pernah berkata “Hiduplah sederhana, supaya orang lain bisa hidup dengan layak…” karena dalam setiap harta kita bisa dipastikan selalu ada hak2 orang lain yang kita langgar dan dicuri.
  • amat disayangkan, jika masih banyak orang tua yang marah dan tersinggung jika mendapat kritik dan koreksi dari anak2nya. ini merupakan fenomena budaya paternalisme dan FEODALISME dalam keluarga yang tidak sehat.

– Bias Gender – kesetaraan -Sangat tidak bijak jika kita sebagai Orang tua gampang memvonis anak2 kita sebagai “menyimpang”, “tidak lazim” tidak normal” dan semacamnya, hanya karena salah satu anak kita dianggap mengekspresikan kultur dan kecendrungan psikologis dari lawan jenisnya, yang berbeda kelamin. Ex: cewek manjat, cowok menangis.

– Keluarga – demokrasi -Jika sebuah keluarga bisa diibaratkan sebagai “miniatur” sebuah pemerintahan, maka kultur demokrasi harus dimulai dari lingkungan keluarga. jika sebagai orang tua tidak mampu membangun budaya demokrasi dalam lingkungan keluarga, tentu saja kita tidak bisa membangun demokrasi dalam skala yang lebih luas, misalnya pada level masyarakat, bangsa dan negara. Jika sebagai orang tua tidak mapu memipin keluarga secara adil dan demokratis, tentu saja kita tidak bisa memimpin bangsa dan negara secara baik dan bijak.

– ISLAM Konklusif –

  • dari sinilah sebaiknya kita ajara prinsip2 demokrasi dan toleransi. kalaupun mengekspresikan keislamannya, sebaiknya anak2 kita sarankan untuk memeluk islam yang Inklusif, ramah dan toleran. Islam model inilah yang sejalan dengan nilai2 demokrasi, akan bisa menghormati “yang lain”, yaitu ajaran, nilai, dan keyakinan yang dianggap tidak sama (persis) dengan ISLAM.
  • musuh kita bukanlah orang2 yang berlainan agama, suku/ras, ideologi, keyakinan, dll, akan tetapi musuh kita (bersama) adalah komunitas manusia dan struktur yang OTORITER, menindas, destruktif, tidak adil, timpang, korup, melambangkan kekerasan, dan semacamnya. jadi yang perlu kita bekalkan kepada anak2 kita ialah KEBERANIAN dan kemampuan untuk BERDIALOG, BERDEBAT, dan sikap saling belajar satu sama lain.

– Pendidikan –
Secara lebih umum, lembaga pendidikan di tanah air hanya mengajari anak untuk menjadi PINTAR dari pada BIJAK. setelah anak dewasa ,”PINTAR” disini bisa berarti: pintar menipu, pintar mengelabui, pintar korupsi, pintar kolusi, dan sejenisnya. sangat IRONIS, justru para Wakil Rakyat itu telah menjadi “BENALU” dan “PARASIT” bagi rakyatnya sendiri.

dan Pos ini akan aku tutup dengan sebuah hasil tes yang Sainstifik yang diperkuat dalam sebuah Hadis ( Sains dalam hadis):

  • Sebuah teori pskologi kepribadian mengatakan bahwa “salah satu ciri2 kedewasaan tampak jika seseorang telah bisa menertawakan dirinya sendiri”.

“Berbahagialah orang2 yang sibuk dengan cacat dirinya, dan tidak sibuk dengan cacat orang lain” (Jami’ Al-Hadits 6:141)

Ref buku oleh M. Arief Hakim